Powered By Blogger

Minggu, 13 September 2015

STIFIn Jay Tsunami, homeschooling berbasis STIFIn jalan keluar bagi anda

Pendidikan Berbasis STIFIn, Masih Perlukah Homeschooling?
Khusus anggota baru KC 159, izin mengenalkan diri, saya Yusring Sanusi, saya Te. Istri Alhd satu dan semoga itu yg pertama dan terakhir, dunia akhirat. Istri saya In. Putra Sulung Ie, putri kedua Ie dan putri ketiga Ii.
Kami kenal STIFIn thn 2012 via Pak Mujahidin. Namun saya tes STIFIn akhir tahun 2014. Lalu ikut WSL1 bersama istri di kantor Cabang. Penjelasan Ust Alif dan diskusi lepas dgn Bu Andi Sengngeng semakin memantapkan kami menjadikan STIFIn sebagai salah satu konsep pengembangan diri. Tentu saja acuan utama adalah AlQuran dan AlHadist.

Agak lama waktu yang dibutuhkan baru kami dapat menetapkan STIFIn sebagai pilihan. Hal disebabkan karena kami telah mengenal berbagai metode pelejitan kecerdasan sebelumnya, di antaranya Multiple Intelligence, dan Otak Tengah. Bahkan kami pernah tes sidik jari DMG thn 2009 dg biaya Rp. 1,5 juta perorang. Jadi total yg kami bayar tinggal di kali LIMA. Semua kami lakukan untuk menyiapkan generasi masa depan.
Bersyukurlah kita yg telah mengenal STIFIn lebih cepat tanpa terlalu banyak perbandingan. Memang, perbandingan konsep dibutuhkan sebagaimana kita pun memilih kendaraan berdasarkan spesifikasi dan kebutuhan. Tapi, konsep STIFIn sangat luar biasa. Dengan Fokus Satu Hebat saja, konsep STIFIn sudah siap diadu de.gan konsep pelejitan kecerdasan lainnya.
Terkait dengan homeschooling, mungkin beberapa hal dari anggota KC 159 perlu dijadikan pertimbangan. Seringkali "homeschooling" dimaknai seakan akan MEMINDAHKAN SEKOLAH KE RUMAH. Homeschooling adalah pilihan bagi suatu keluarga untuk memberikan pendidikan sesuai dengan kebutuhan anaknya. Boleh jadi pendidikan tersebut berbeda kurikulumnya dengan kurikulum sekolah formal.
Sejak tergabung dalam International Homeschooling Group tahun 2005, kami anggota yang ke-175 dalam grup ini dan pertama di Indonesia, disepakati terminologi homeschooling dengan beberapa varian, di antaranya:
1. Fully Homeschooling
2. Partly Homeschooling
Jenis pertama dipilih oleh keluarga yang memiliki anak dengan kebutuhan "khusus". Kebutuhan khusus adalah kebutuhan bagi keluarga itu, khususnya anak yang tidak mungkin diperoleh di sekolah. Beberapa anggota grup kami, khususnya keluarga Yahudi Australia memilih pola ini karena tidak tersedia pelajaran Yahudi di bbrp sekolah di Aussie.
Hanya saja, Undang undang Australia memungkinkan pendidikan homeschooling mendapatkan ijazah sesuai jenjang, tanpa melihat umur. Ujian dilakukan secara nasional dengan kurikulum standar nasional pula. Bagi anak2 yg mampu lulus dalam kompetensi tersebut, maka berhak memperoleh ijazah di setiap jenjangnya. Jadi jangan heran jika usia belia, belasan tahun namun sudah sarjana. Perlu diingat bahwa syarat kelulusan standar nasional bukanlah ujian nasional UN seperti di negara kita.
Homeschooling jenis kedua adalah kerjasama dengan sekolah. Nanti ujian baru ikut di sekolah di mana anak yang dimaksud tercatat. Tetapi pendidikan keseharian dilaksanakan di rumah. Kurikulumnya menggunakan kurikulum sekolah.
Pola kedua ini kami telah lakukan untuk putra kami yg pertama dari SD sampai SMP. Tercatat di SDIT Ar Rahmah, lalu ke sekolah saat ujian semester. Begitu pula dengan si Sulung wkt SMP, tercatat di Pesantren Shohid lalu ke pondok saat ujian semester. Nanti SMA lalu 100% sekolah formal di Insan Cendekia Gorontalo.
Putri kedua juga demikian di SDIT Ar Rahmah. Namun, hanya sampai kelas 4. Di kelas 5 dan 6, karena sudah cocok pola pendidikannya, maka ikut kelas 100%. Adapun putri ketiga, hanya sampai usia TK. Sudah enjoy dengan pola pendidikan di SDIT ArRahmah.
Sekedar info, saya pernah menjabat sebagai ketua komite sekolah di SDIT ArRahmah selama 5 tahun. Selama menjabat itulah, kami mengenalkan pendidikan manusia sebgai manusia. Memang pd awalnya, sebagian besar guru resisten, kecuali kasek dan wakaseknya wkt itu. Namun, Alhd akhirnya semua model yg kami tawarkan berterima.
Homeschooling dapat dilakukan secara berkelompok dengan bekerjasama antar orang tua. Setiap orang tua meluangkan waktunya dan mendidik anak anak mereka sesuai dengan bidang keahlian dan kepakarannya.
Ada kecenderungan masyarakat kita melakukan "homeschooling" dengan membayar guru privat. Sebenarnya ini boleh boleh saja. Tetapi secara konsep tidak sesuai. Pola ini lebih mirip atau lebih cocok disebut Les Privat.
Homeschooling bermakna ada keterlibatan langsung orang tua dalam mendidik anak anaknya karena merekalah yang lebih tahu tentang kebutuhan khusus anak anaknya tersebut.
Beberapa kegiatan Homeschooling yang kami lakukan telah tertinggal di www.youtube.com. Kata kunci untuk mendapatkan film2 kami tersebut adalah "homeschooling makassar". Alhd sudah beberapa orang mendapat gelar master dan sarjana dengan me.jadikan kami sebagai objek penelitian. Bahkan teman sesama prodi sastra Arab, yaitu Helvy Tiana Rosa (prodi sastra Arab UI angk 89), pernah menginap di rumah kami selama 3 malam. Lalu lahirlah bukunya berjudul "Catatan Pernikahan". Kami dibahas khusus pada salah satu bab dalam buku tersebut.
Sekiranya tahun 1997 STIFIn sudah ada dan kami kenal, mungkin kami tidak melakukan Homeschooling. APA BOLEH BUAT, waktu itu kami tidak mengenal STIFIn. Jadi kami BUAT APA yang BOLEH kami lakukan.
Semoga tulisan ini dapat memberi manfaat, setidaknya saya dpt mengenang kembali perjuangan mendidik anak2 kami di rumah, meski pada waktu itu banyak "cemooh" dari keluarga dan tetangga. Tapi kami No Comment karena kami tahu mereka tidak paham dengan konsep kami.
Salam Sukses Mulia
Yusring Sanusi, STIFIn cabang Makassar
Jay tsunami, cara belajar stifin dalam personality genetik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar