Pendidikan Berbasis STIFIn, Masih Perlukah Homeschooling?
Khusus anggota baru KC 159, izin mengenalkan diri, saya Yusring Sanusi,
saya Te. Istri Alhd satu dan semoga itu yg pertama dan terakhir, dunia
akhirat. Istri saya In. Putra Sulung Ie, putri kedua Ie dan putri ketiga
Ii.
Kami kenal STIFIn thn 2012 via Pak Mujahidin. Namun saya
tes STIFIn akhir tahun 2014. Lalu ikut WSL1 bersama istri di kantor
Cabang. Penjelasan Ust Alif dan diskusi lepas dgn Bu Andi Sengngeng
semakin memantapkan kami menjadikan STIFIn sebagai salah satu konsep
pengembangan diri. Tentu saja acuan utama adalah AlQuran dan AlHadist.
Agak lama waktu yang dibutuhkan baru kami dapat menetapkan STIFIn
sebagai pilihan. Hal disebabkan karena kami telah mengenal berbagai
metode pelejitan kecerdasan sebelumnya, di antaranya Multiple
Intelligence, dan Otak Tengah. Bahkan kami pernah tes sidik jari DMG thn
2009 dg biaya Rp. 1,5 juta perorang. Jadi total yg kami bayar tinggal
di kali LIMA. Semua kami lakukan untuk menyiapkan generasi masa depan.
Bersyukurlah kita yg telah mengenal STIFIn lebih cepat tanpa terlalu
banyak perbandingan. Memang, perbandingan konsep dibutuhkan sebagaimana
kita pun memilih kendaraan berdasarkan spesifikasi dan kebutuhan. Tapi,
konsep STIFIn sangat luar biasa. Dengan Fokus Satu Hebat saja, konsep
STIFIn sudah siap diadu de.gan konsep pelejitan kecerdasan lainnya.
Terkait dengan homeschooling, mungkin beberapa hal dari anggota KC 159
perlu dijadikan pertimbangan. Seringkali "homeschooling" dimaknai seakan
akan MEMINDAHKAN SEKOLAH KE RUMAH. Homeschooling adalah pilihan bagi
suatu keluarga untuk memberikan pendidikan sesuai dengan kebutuhan
anaknya. Boleh jadi pendidikan tersebut berbeda kurikulumnya dengan
kurikulum sekolah formal.
Sejak tergabung dalam International
Homeschooling Group tahun 2005, kami anggota yang ke-175 dalam grup ini
dan pertama di Indonesia, disepakati terminologi homeschooling dengan
beberapa varian, di antaranya:
1. Fully Homeschooling
2. Partly Homeschooling
Jenis pertama dipilih oleh keluarga yang memiliki anak dengan kebutuhan
"khusus". Kebutuhan khusus adalah kebutuhan bagi keluarga itu,
khususnya anak yang tidak mungkin diperoleh di sekolah. Beberapa anggota
grup kami, khususnya keluarga Yahudi Australia memilih pola ini karena
tidak tersedia pelajaran Yahudi di bbrp sekolah di Aussie.
Hanya
saja, Undang undang Australia memungkinkan pendidikan homeschooling
mendapatkan ijazah sesuai jenjang, tanpa melihat umur. Ujian dilakukan
secara nasional dengan kurikulum standar nasional pula. Bagi anak2 yg
mampu lulus dalam kompetensi tersebut, maka berhak memperoleh ijazah di
setiap jenjangnya. Jadi jangan heran jika usia belia, belasan tahun
namun sudah sarjana. Perlu diingat bahwa syarat kelulusan standar
nasional bukanlah ujian nasional UN seperti di negara kita.
Homeschooling jenis kedua adalah kerjasama dengan sekolah. Nanti ujian
baru ikut di sekolah di mana anak yang dimaksud tercatat. Tetapi
pendidikan keseharian dilaksanakan di rumah. Kurikulumnya menggunakan
kurikulum sekolah.
Pola kedua ini kami telah lakukan untuk putra
kami yg pertama dari SD sampai SMP. Tercatat di SDIT Ar Rahmah, lalu ke
sekolah saat ujian semester. Begitu pula dengan si Sulung wkt SMP,
tercatat di Pesantren Shohid lalu ke pondok saat ujian semester. Nanti
SMA lalu 100% sekolah formal di Insan Cendekia Gorontalo.
Putri
kedua juga demikian di SDIT Ar Rahmah. Namun, hanya sampai kelas 4. Di
kelas 5 dan 6, karena sudah cocok pola pendidikannya, maka ikut kelas
100%. Adapun putri ketiga, hanya sampai usia TK. Sudah enjoy dengan pola
pendidikan di SDIT ArRahmah.
Sekedar info, saya pernah menjabat
sebagai ketua komite sekolah di SDIT ArRahmah selama 5 tahun. Selama
menjabat itulah, kami mengenalkan pendidikan manusia sebgai manusia.
Memang pd awalnya, sebagian besar guru resisten, kecuali kasek dan
wakaseknya wkt itu. Namun, Alhd akhirnya semua model yg kami tawarkan
berterima.
Homeschooling dapat dilakukan secara berkelompok
dengan bekerjasama antar orang tua. Setiap orang tua meluangkan waktunya
dan mendidik anak anak mereka sesuai dengan bidang keahlian dan
kepakarannya.
Ada kecenderungan masyarakat kita melakukan
"homeschooling" dengan membayar guru privat. Sebenarnya ini boleh boleh
saja. Tetapi secara konsep tidak sesuai. Pola ini lebih mirip atau lebih
cocok disebut Les Privat.
Homeschooling bermakna ada
keterlibatan langsung orang tua dalam mendidik anak anaknya karena
merekalah yang lebih tahu tentang kebutuhan khusus anak anaknya
tersebut.
Beberapa kegiatan Homeschooling yang kami lakukan telah tertinggal di
www.youtube.com.
Kata kunci untuk mendapatkan film2 kami tersebut adalah "homeschooling
makassar". Alhd sudah beberapa orang mendapat gelar master dan sarjana
dengan me.jadikan kami sebagai objek penelitian. Bahkan teman sesama
prodi sastra Arab, yaitu Helvy Tiana Rosa (prodi sastra Arab UI angk
89), pernah menginap di rumah kami selama 3 malam. Lalu lahirlah bukunya
berjudul "Catatan Pernikahan". Kami dibahas khusus pada salah satu bab
dalam buku tersebut.
Sekiranya tahun 1997 STIFIn sudah ada dan
kami kenal, mungkin kami tidak melakukan Homeschooling. APA BOLEH BUAT,
waktu itu kami tidak mengenal STIFIn. Jadi kami BUAT APA yang BOLEH kami
lakukan.
Semoga tulisan ini dapat memberi manfaat, setidaknya
saya dpt mengenang kembali perjuangan mendidik anak2 kami di rumah,
meski pada waktu itu banyak "cemooh" dari keluarga dan tetangga. Tapi
kami No Comment karena kami tahu mereka tidak paham dengan konsep kami.
Salam Sukses Mulia
 |
Yusring Sanusi, STIFIn cabang Makassar |
 |
Jay tsunami, cara belajar stifin dalam personality genetik |